Guru Swasta Menuntut Menteri Agama Mencabut Aturan Sertifikasi

Guru Swasta Menuntut Menteri Agama Mencabut Aturan Sertifikasi
Guru Swasta Menuntut Menteri Agama Mencabut Aturan Sertifikasi

Ribuan guru madrasah di bawah Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Pamekasan, mendesak Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaefudin, mencabut Peraturan Menteri Agama Nomor 43 Tahun 2014, tentang tata cara pembayaran Tunjangan Sertifikasi guru Non PNS. karena aturan tersebut dinilai diskriminatif terhadap guru-guru madrasah non PNS.

Ahmad Faqih, Koordinator Guru Sertifikasi non PNS Kemenag Pamekasan, mengatakan, ada beberapa diskriminasi dalam aturan itu. Di antaranya :

  1. Guru non PNS yang tidak memenuhi jam tatap muka, maka guru tersebut harus mencari lembaga lain untuk memenuhi jam tatap muka mengajar 24 jam per minggu. Bagi guru PNS itu tidak berlaku, tapi guru Non PNS aturannya sangat ketat. Jangankan 24 jam, guru yang mengajar bahasa arab dan bahasa inggris kelas 1-6 MI itu hanya 12 jam.
  2.  Guru Non PNS tidak boleh mengajar mata pelajaran yang tidak serumpun, sehingga harus mencari jam mengajar ke sekolah lain yang serumpun. sedangkan guru PNS bebas mengajar apa saja walaupun tidak serumpun

Ditegaskan oleh Ahmad Faqih bahwa peraturan Menteri Agama itu belum pernah disosialisasikan kepada guru non PNS di lingkungan Kemenag Pamekasan. Aturan itu baru diketahui setelah adanya penolakan berkas pengajuan pencairan tunjangan sertifikasi tahun ini ke Kemenag Pamekasan karena tidak sesuai aturan Menteri Agama. Yang menjadi acuan selama ini, Surat Edaran nomor : Kw.15.2/2/HJ.007/8080/2014 Tentang Pembayaran Tunjangan Sertifikasi Guru RA/Madrasah di Lingkungan Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur.

Aturan itu lebih akomodatif. Sebab bagi guru non PNS yang tidak cukup 24 jam bisa menambah tugas lain, tugas tambahhan tersebut pada satuan lembaga dimana guru bertugas. seperti menjadi Kepala Sekolah/Madrasah, Wakil Kepala Sekolah/Madrasah, Ketua Program Keahlian, Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, Kepala Bengkel Agama, Kepala Unit Produksi, dll.

Anehnya lagi, di Dinas Pendidikan tidak ada, kenapa cuman di Kemenag saja, bahkan di kabupaten lain seperti Sampang dan Sumenep tidak ada kebijakan tersebut. Kenapa di Pamekasan ada, makanya kami mempertanyakan kejelasan itu.

Sementara itu, Kepala Kemenag Pamekasan, Juhedi mengatakan, terdapat beberapa item yang diatur dalam peraturan menteri agama (PMA) tersebut. Sehingga, setelah semuanya difahami semua guru tidak akan menerima konsekuensi buruk dalam kebijakan tersebut.

Kebijakan tersebut berdampak pada tidak cairnya dana sertifikasi di Kabupaten Pamekasan. Sejak tahun 2014 hingga 2015, tunjangan yang telah menjadi hak guru tersebut tidak kunjung diterima. Fakta itulah yang menjadi keresahan guru, mengingat di kabupaten lain sudah cair secara keseluruhan.

“Jika Peraturan Menag tidak dicabut atau direvisi, maka akan ada 60 persen guru non PNS penerima tunjangan sertifikasi yang terancam gagal. Sementara jumlah guru non PNS penerima tunjangan sertifikasi mencapai 7 ribu lebih,” tandasnya.

Agar tuntutan itu bisa didengar Menteri Agama, guru madrasah di Pamekasan akan mengirimkan surat ke Menteri Agama dengan dibuktikan tanda tangan. Bahkan, jika masih belum didengar, perwakilan guru madrasah akan menghadap langsung ke Menteri Agama di Jakarta. Di Pamekasan, tunjangan sertifikasi yang belum terbayar sudah mencapai 11 bulan sejak tahun 2014 lalu.
Artikel Terkait

Catatan:

File yang kami bagikan kami simpan di google drive, jika file format word dan excel dialihkan ke aplikasi google doc maka unduh / save as dulu ya. Namun jika kesulitan, silahkan baca cara downloadnya