Pak Amir adalah sopir pribadi Pak Hasan yang bertugas mengantarkan putrinya ke sekolah. Ketika sedang menjalankan tugasnya, Pak Amir melihat beberapa orang yang lagi membutuhkan tumpangan. Tak karuan setelah terjadi tawar menawar ongkos dan terjadi kesepakatan, Pak Amir pun langsung tancap gas untuk mengantarkan mereka ke tempat tujuan.
Pertanyaan:
- Dapatkah di benarkan tindakan yang Pak Amir lakukan?
- Bagaimana hukum upah tersebut jika di ambil atau di makan oleh Pak Amir? Kalau tidak boleh bagaimana solusinya? Mengingat hal itu sudah terlanjur terjadi.
Jawaban:
- Tidak bisa di benarkan (haram) sebab tindakan tersebut termasuk khianat. Kecuali ada idzin dari Pak Hasan atau ada keyakinan atau dugaan kuat (Qorinah Qowiyah ) atas kerelaan pak hasan.
- Boleh, karena status upah tersebut ketika tidak ada idzin dari Pak Hasan adalah milik Pak Amir dengan konsekuensi harus membayar Ujrotul Mitsli (standart umum) serta mengganti kekurangan (kerugian) mobil tersebut. Akan tetapi, menurut Syaikh Muhammad bin Muhammad Abi Sahl As- Syarhosi Al – Hanafiy upah tersebut tidak boleh dikonsumsi sendiri melainkan harus disedekahkan. Sebab, upah tersebut dihasilkan dari cara yang tidak benar. Sedangkan apabila terdapat idzin, maka tergantung pada idzinnya.
- Mirqotu Shu'udit Tasdiq Hal 75-76
- Is'adurrofiq Juz 2 Hal 105
- Nihayatuzzain Juz 1 Hal 264
- Al-Majmu' Juz 16 Hal 407-408
- Ittihafu As- Sadah Al - Muttaqin Juz 5 Hal 430
- Al-Muuhadzdzab Juz 1 Hal 350
Artikel Terkait