Mendalami Konsep Qimar Dalam Kajian Fiqih

Mendalami Konsep Qimar Dalam Kajian Fiqih
Mendalami Konsep Qimar Dalam Kajian Fiqih

Mendalami Konsep Qimar Dalam Kajian Fiqih. Qimar atau maysir adalah resiko untung-rugi bagi kedua belah pihak. Dengan bahasa lain qimar adalah suatu permainan atau akad dimana masing-masing kedua belah pihak memiliki resiko besar untuk untung-rugi. Resiko ini terjadi karena akad tersebut dikaitkan pada sesuatu yang masih belum jelas.

Beda halnya dengan resiko rugi karena turunnya harga pasar atau rusaknya barang akibat cuaca buruk. Karena setiap perdagangan pestilah memiliki resiko. Ini tidak bisa disebut dengan qimar, karena resiko itu terjadi tidak dalam satu transaksi dan terjadinya bukan karena dikaitkan pada sesuatu yang masih belum jelas.

Untuk lebih jelasnya lihat pembagian qimar berikut ini :
Qimar dapat terjadi dalam dua hal:

  1. perlombaan
  2. sebuah transaksi perdagangan.

Pertama, perlombaan atau permainan, baik perlombaan yang secara langsung dilegalkan oleh syarak, seperti lomba berkuda, atau yang jelas diharamkan oleh syariat seperti backgammon.

Perlombaan atau permainan apapun bisa terjadi qimar apabila masing-masing pihak yang lomba mengeluarkan biaya sebagai hadiah yang diperebutkan (taruhan).

Dalam perlombaan seperti diatas, setiap peserta mengeluarkan biaya dan memiliki resiko yang sama. Resiko tersebut kemungkinan menang atau kalah dalm perlombaan. bila memang  dia untung (mendapat semua biaya peserta), bila kalah dia rugi (biaya miliknya diambil orang). Artinya untung-rugi dalam lomba tersebut dikaitkan pada sesuatu yang belum jelas (khathr), dan itulah esensi dari qimar.

Perlombaan dengan taruhan ini bisa berupa apa saja, misalnya perlombaan adu hewan, togel, lotere, atau permainan lainnya. Bahkan perlombaan bahasa arab atau pidato sekalipun bila masing-masing pihak mengeluarkan biaya sebagai hadiah yang diperebutkan, maka perlombaan tersebut adalah qimar.

Hanya saja untuk perlombaan yang dilegalkan syariat, seperti berkuda dan memanah atau mungkin baca al-qur’an dan pidato, ada sebuah tawaran solusi yang bisa dilakukan, yaitu konsep muhallil. Muhallil adalah seorang peserta dalam perlombaan yang tidak ikut mengeluarkan biaya hadiah. Bila dalam sebuah perlombaan ada satu orang yang tidak ikut membayar iuran hadiah, maka perlombaan tersebut hukumnya boleh.

Bisa saja mereka tetap dikenakan biaya, akan tetapi biayanya tidak digunakan untuk hadiah, melainkan untuk kebutuhan yang lain. Maka diupayakan hadiah tidak berasal dari iuran seluruh peserta lomba. Bisa dari simpatisan, sedangkan iuran peserta digunakan untuk selain hadiah.

Atau pastikan dana berasal dari sebagian dari peserta lomba saja, sedangkan sebagian iuran lagi digunakan untuk biaya acara. Dengan begitu, hadiah yang diperebutkan tidaklah berasal dari seluruh peserta lomba,sehingga peserta yang iurannya tidak masuk dalam anggaran hadiah, mereka akan menjadi muhallil dalam lomba tersebut.

Kedua, transaksi jual-beli juga dapat mengandung unsure qimar. Secara garis besar semua transaksi yang sangat kuat unsure ‘ketidakjelasan’ serta mengandung resiko besar, maka akad itu adalah qimar.

Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa transaksi munabadzah adalah termasuk dari qimar. Munabadzah adalah jual beli dengan cara masing-masing pihak memberikan (atau melempar) sesuatu pada pihak yang lain tanpa dilihat dan tanpa ada informasi tentang benda tersebut.

Dalam munabadzah ini masing-masing pihak memiliki resiko untung-rugi yang sama besar akibat ketidakjelasan barang yang diberikan. Bisa jadi dia mendapat laba, bila barang yang dia berikan lebih murah dari barang yang dia terima, dan bisa jadi dia menanggung kerugian bila yang terjadi adalah sebaliknya.

Hal serupa terjadi dalam transaksi mulamasah, yaitu pembeli barang menyerahkan sejumlah harga yang telah ditentukan, kemudian masuk masuk ditempat gelap dan mengambila barang tanpa tahu barang tersebut. Dengan kata lain, barang yang dibeli ditentukan dengan sentuhan pembeli yang tidak tahu terhadap barang tersebut. Sehingga dalam mulamasah ini resiko untung-rugi juga sangat besar karena barang yang dijual tadi tidak jelas.

Ketidakjelasan ini juga dapat terjadi dalam transaksi jual-beli yang lain, misalnya jual beli lempar bola, yaitu barang yang dijual adalah barang yang dapat dijatuhkan oleh bola, dan lain sebagainya. Walahu a’lam.

Referensi : Bulletin Sidogiri Edisi 75
Artikel Terkait

Catatan:

File yang kami bagikan kami simpan di google drive, jika file format word dan excel dialihkan ke aplikasi google doc maka unduh / save as dulu ya. Namun jika kesulitan, silahkan baca cara downloadnya