Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa segolongan fuqaha', yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnah. Golongan zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah mutaakhirrin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain.
Al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara' yang lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnah (mandub) dan adakalanya mubah. Ulama Syafiiyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah, di sampkng ada yang sunnat, wajib, haram dan makruh. Di Indonesia umumnya memandang hukum asal melakukan perkawinan ialah mubah.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh pendapat ulama Syafi'iyah. Untuk mengetahui lebih jelas status masing-masing hukum nikah sesuai dengan kondisi al ahkam al khamsah, berikut ini akan ditelaah secara sekilas:
1. Melakukan Perkawinan Yang Hukumnya Wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada rasionalitas hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan pernikahan, sedangkan menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan pernikahan itu wajib sesuai dengan kaidah: Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukum wajib juga.
2. Melakukan Perkawinan Yang Hukumnya Sunnah
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunnah.
3. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehigga bila melangsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan isterinya, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
4. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami isteri dengan baik.
5. Melakukan Perkawinan Yang Hukumnya Mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak dikhawatirkan akan berbuat zina dan bila melakukannya juga tidak akan menelantarkan isteri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera.
Itulah artikel Nom Ifrod tentang 5 Hukum Melakukan Perkawinan / Pernikahan Dalam Islam, semoga dapat menjadi pernihakan bahagia dan langgeng.
Artikel Terkait